Cut Putri Nan Perkasa | for everyone |
| |||||||||||
Ini dia sosok muslimah, satu lagi... (pasti bukan yang terakhir!) berasal dari tanah rencong, cantk, tegar, rendah hati dan alumni FK Unpad.
Cut Putri Yang Rendah Hati
Di awal-awal musibah (26 Desember 2004) yang menimpa masyarakat Aceh, siapa yang tak mengenal nama Cut Putri… pasti gaptek!
Yup! Kalau anda mengikuti pemberitaan seputar bencana tsunami Aceh, niscaya anda kenal sosok cantik ini. Melalui tangannya, hasil rekaman dengan segala keberanian dan ketegaran hatinyalah kita bisa menyaksikan secara detail, bagaimana gelombang tsunami yang maha dahsyat memulai gerakannya…
Mulai dari gempa, disambung dengan gelombang yang menggulung-gulung, menggunung, terus menggelombang dan menyerbu dari lautan… bagai melesat dalam sekejap menghajar areal pemukiman penduduk di pantai Lhok Nga.
Apabila tak ada Cut Putri, dan tidak dibarengi semangat Acehnya yang memang senantiasa membiaskan daya juang tinggi, sebagaimana para pejuang leluhur mereka terdahulu, niscaya kita akan lama… Bahkan mungkin takkan pernah bisa menyaksikan peristiwa, fenomena luar biasa abad ini dalam waktu relatif singkat sejak kejadian berlangsung.
“Waaa… adikku yang perkasa, kenapa berbaring tak berdaya?” sapaku saat menyambut uluran tangannya, dalam sekejap kami berpelukan erat melepas kangen.
“Teteh ini… bisa saja,” sahut dara yang tengah diinfus dan baru selesai sholat maghrib itu, tersipu-sipu. Wajahnya yang pucat bersemu kemerahan. Gurat kelelahan kentara jelas di wajah elok itu, tapi semangatnya tetaplah tinggi.
“Sampai ambruk ya di UGD ini…” komentarku kagum, lama kupandangi gadis sebaya anakku itu. “Cut Putri Foundation-nya bagaimana?”
Cut Putri yang sudah akrab melalui sms dalam beberapa bulan terakhir, tersenyum-senyum malu. Dia sungguh sosok yang bersahaja, dan rendah hati. Jauh dari bayanganku semula yang sempat mengira; Cut Putri telah menjadi bintang besar dalam sekejap berkat karyanya mensyut gelombang tsunami…
Karena dalam hitungan jam saja seluruh bangsa Indonesia sudah tahu bagaimana dahsyatnya gelombong tsunami. Itu berkat rekaman Cut Putri yang berada di lokasi, kemudian ditayangkan pertama kali oleh Metro TV, menyebar ke seantero negeri, bahkan segera direspon oleh dunia internasional… (Cut Putri tak memikirkan keselamatan dirinya sendiri ketika dengan gigih secara terus menerus merekam kejadian itu dari loteng rumah familinya, sampai baterainya habis!)
Bukankah hasil rekaman sedahsyat itu sudah selayaknya mendapatkan imbalan luar biasa bagi pembuatnya? Tidak, Sodara, ternyata Cut Putri tak pernah mendapatkan keuntungan pribadi dari hasil rekaman film yang dibuatnya secara langsung, spontan dan penuh keberanian itu. Cut Putri bahkan tak pernah tahu ada istilah undang-undang hak cipta untuk sebuah karya.
“Waktu itu yang terpikir oleh aku hanya satu, bagaimana rekaman ini bisa ditayangkan, agar masyarakat Aceh, dan korban tsunami segera mendapatkan bantuan dari dunia internasional,” ujarnya dengan mata menerawang, digenangi kepedihan yang dalam walau setahun telah berlalu.
“Kami kira Cut Putri itu sudah menjadi seleb,” komentar Rara, pengurus FLP Sumut yang bareng denganku juga Cut Januarita, membesuknya petang itu.
“Kesannya di luar seperti itu, ya… Kalau memang sudah kaya tentu sudah kubagi-bagikan… Gak, Teteh, yang penting semuanya demi masyarakat korban.”
Bahkan untuk melanjutkan pendidikannya, lulusan Fakultas Kedokteran Unpad yang mengaku belum menjadi seorang dokter ini, harus wara-wiri cari beasiswa ke mana-mana!
Sayang sekali kami tak bisa berlama-lama cengkerama. Kondisi Cut Putri masih lemah (26 Desember 2005) karena demam dan kelelahan, dalam rangka mengenang setahun milad tsunami. Kini Cut Putri fokus dengan gerakan anti kristenisasi terhadap masyarakat korban tsunami. “Mereka, para pakar itu sering mematahkan segala argumen kami. Padahal nyata-nyata ada di sini,” desahnya gundah gulana.
“Janji, ya… mau menulis buku,” pintaku, berat sekali meninggalkannya, dan tak tahu bagaimana membantunya.
“Sudah banyak juga sih… nanti akan kukumpulkan, insya Allah. Doakan aku, ya kakakku sayang,” dia memelukku kembali erat-erat.
Ada keakraban, persaudaraan yang memancar dari keseluruhan sosoknya, dan senantiasa ingin dibagikannya kepada siapapun. Terutama demi anak-anak Aceh yang sangat dicintainya khususnya, dan masyarakat Aceh pada umumnya.
Ketika motor becak kami melintasi sebuah rumah tua yang kelihatannya nyaris rubuh, Cut Januarita berkata; “Nah, itu dia rumah bibinya Cut Putri, Teteh!”
“Beneran, ya… Kalo punya uang gak mungkin dibiarkan,” gumamku tersekat di tenggorokan.
Saat kutulis ini, kenanganku kepada gadis cantik itu kembali merasuki dadaku. Sebagaimana kenanganku kepada Cut Januarita, Eqi si Denok, Cut Mar, Rara, Cut Intan yang akan melanjutkan S2 ke Amerika… (Intaaan, sudah sampai di mana Dik?)
Wahai para mujahidah muda, semoga Allah memudahkan perjalanan kalian, di mana pun berada. Sepak terjang kalian sungguh patut dijadikan suri teladan bagi generasi muda.
Dan spesial buat Cut Putri, aloooow….
Adikku cinta, kangeeeen, mmmhhuuuaaa!
***
Cut Putri Yang Rendah Hati
Di awal-awal musibah (26 Desember 2004) yang menimpa masyarakat Aceh, siapa yang tak mengenal nama Cut Putri… pasti gaptek!
Yup! Kalau anda mengikuti pemberitaan seputar bencana tsunami Aceh, niscaya anda kenal sosok cantik ini. Melalui tangannya, hasil rekaman dengan segala keberanian dan ketegaran hatinyalah kita bisa menyaksikan secara detail, bagaimana gelombang tsunami yang maha dahsyat memulai gerakannya…
Mulai dari gempa, disambung dengan gelombang yang menggulung-gulung, menggunung, terus menggelombang dan menyerbu dari lautan… bagai melesat dalam sekejap menghajar areal pemukiman penduduk di pantai Lhok Nga.
Apabila tak ada Cut Putri, dan tidak dibarengi semangat Acehnya yang memang senantiasa membiaskan daya juang tinggi, sebagaimana para pejuang leluhur mereka terdahulu, niscaya kita akan lama… Bahkan mungkin takkan pernah bisa menyaksikan peristiwa, fenomena luar biasa abad ini dalam waktu relatif singkat sejak kejadian berlangsung.
“Waaa… adikku yang perkasa, kenapa berbaring tak berdaya?” sapaku saat menyambut uluran tangannya, dalam sekejap kami berpelukan erat melepas kangen.
“Teteh ini… bisa saja,” sahut dara yang tengah diinfus dan baru selesai sholat maghrib itu, tersipu-sipu. Wajahnya yang pucat bersemu kemerahan. Gurat kelelahan kentara jelas di wajah elok itu, tapi semangatnya tetaplah tinggi.
“Sampai ambruk ya di UGD ini…” komentarku kagum, lama kupandangi gadis sebaya anakku itu. “Cut Putri Foundation-nya bagaimana?”
Cut Putri yang sudah akrab melalui sms dalam beberapa bulan terakhir, tersenyum-senyum malu. Dia sungguh sosok yang bersahaja, dan rendah hati. Jauh dari bayanganku semula yang sempat mengira; Cut Putri telah menjadi bintang besar dalam sekejap berkat karyanya mensyut gelombang tsunami…
Karena dalam hitungan jam saja seluruh bangsa Indonesia sudah tahu bagaimana dahsyatnya gelombong tsunami. Itu berkat rekaman Cut Putri yang berada di lokasi, kemudian ditayangkan pertama kali oleh Metro TV, menyebar ke seantero negeri, bahkan segera direspon oleh dunia internasional… (Cut Putri tak memikirkan keselamatan dirinya sendiri ketika dengan gigih secara terus menerus merekam kejadian itu dari loteng rumah familinya, sampai baterainya habis!)
Bukankah hasil rekaman sedahsyat itu sudah selayaknya mendapatkan imbalan luar biasa bagi pembuatnya? Tidak, Sodara, ternyata Cut Putri tak pernah mendapatkan keuntungan pribadi dari hasil rekaman film yang dibuatnya secara langsung, spontan dan penuh keberanian itu. Cut Putri bahkan tak pernah tahu ada istilah undang-undang hak cipta untuk sebuah karya.
“Waktu itu yang terpikir oleh aku hanya satu, bagaimana rekaman ini bisa ditayangkan, agar masyarakat Aceh, dan korban tsunami segera mendapatkan bantuan dari dunia internasional,” ujarnya dengan mata menerawang, digenangi kepedihan yang dalam walau setahun telah berlalu.
“Kami kira Cut Putri itu sudah menjadi seleb,” komentar Rara, pengurus FLP Sumut yang bareng denganku juga Cut Januarita, membesuknya petang itu.
“Kesannya di luar seperti itu, ya… Kalau memang sudah kaya tentu sudah kubagi-bagikan… Gak, Teteh, yang penting semuanya demi masyarakat korban.”
Bahkan untuk melanjutkan pendidikannya, lulusan Fakultas Kedokteran Unpad yang mengaku belum menjadi seorang dokter ini, harus wara-wiri cari beasiswa ke mana-mana!
Sayang sekali kami tak bisa berlama-lama cengkerama. Kondisi Cut Putri masih lemah (26 Desember 2005) karena demam dan kelelahan, dalam rangka mengenang setahun milad tsunami. Kini Cut Putri fokus dengan gerakan anti kristenisasi terhadap masyarakat korban tsunami. “Mereka, para pakar itu sering mematahkan segala argumen kami. Padahal nyata-nyata ada di sini,” desahnya gundah gulana.
“Janji, ya… mau menulis buku,” pintaku, berat sekali meninggalkannya, dan tak tahu bagaimana membantunya.
“Sudah banyak juga sih… nanti akan kukumpulkan, insya Allah. Doakan aku, ya kakakku sayang,” dia memelukku kembali erat-erat.
Ada keakraban, persaudaraan yang memancar dari keseluruhan sosoknya, dan senantiasa ingin dibagikannya kepada siapapun. Terutama demi anak-anak Aceh yang sangat dicintainya khususnya, dan masyarakat Aceh pada umumnya.
Ketika motor becak kami melintasi sebuah rumah tua yang kelihatannya nyaris rubuh, Cut Januarita berkata; “Nah, itu dia rumah bibinya Cut Putri, Teteh!”
“Beneran, ya… Kalo punya uang gak mungkin dibiarkan,” gumamku tersekat di tenggorokan.
Saat kutulis ini, kenanganku kepada gadis cantik itu kembali merasuki dadaku. Sebagaimana kenanganku kepada Cut Januarita, Eqi si Denok, Cut Mar, Rara, Cut Intan yang akan melanjutkan S2 ke Amerika… (Intaaan, sudah sampai di mana Dik?)
Wahai para mujahidah muda, semoga Allah memudahkan perjalanan kalian, di mana pun berada. Sepak terjang kalian sungguh patut dijadikan suri teladan bagi generasi muda.
Dan spesial buat Cut Putri, aloooow….
Adikku cinta, kangeeeen, mmmhhuuuaaa!
***
annidalucu wrote on Mar 21, '06 subhanallah..cantik akhirnya bisa lihat sosok Cut Putri, nuhun ya Teeeh...:) |
pipietsenja wrote on Mar 21, '06 iya... sama cantiknya dengan dinda da atuh sama kayaknya mah keturunan pakistan tea hehehe |
Comment deleted at the request of the author.
sultangurun wrote on May 15, '06 Salut buat Putri Aceh satu ini. Dengan gagah-berani dia merekam dan mengabadikan peristiwa terdahsyat dalam sejarah kemanusiaan Indonesia. Tanpa memikirkan dirinya, dia terus merekam gelombang dahsyat tsunami. Dunia terbuka mata, setelah menyimak rekaman mereka. Saya baca keberanian cut nyak satu ini. Meski dia berkesempatan tenar dan kondang, tapi dia justru menjauh dari sorot lensa publesitas. Potret unik-langka ditengah dunia yang menyebalkan! Saya hanya menyimak-baca dari internet tentang keberanian dara cantik satu ini. Dia dianugerahi penghargaan dalam sebuah acara PWI nasional di Riau. Salam hangat buat Cut Putri! |
Comment deleted at the request of the author.
Comment deleted at the request of the author.
Comment deleted at the request of the author.
rachmadpoltektk93 wrote on Dec 16 JAKARTA 15 DESEMBER 2007 Buku cerita tentang Tsunami "MENGGAPAI HIDUP YANG BERMAKNA" kini dapat di akses pada : www.halamansatu.net tanggal 23 februari 2007 www.sabangfreeport.blogspot.com www.rachmadpoltektk93.blogspot.com Terimakasih Wassalam RACHMAD YULIADI NASIR rachmad_poltektk93 at yahoo dot com |