Ini memang penghargaan yang pantas untuk bangsa Indonesia, karena kita memang telah berjalan jauh dalam transisi demokrasi. Sembilan tahun dalam era reformasi tidaklah mudah, tapi kita telah bertekad untuk mewujudkan sebuah negara atas dasar kedaulatan rakyat. Kita telah melaksanakan reformasi konstitusi sehingga kekuasaan negara termasuk presiden menjadi benar-benar tidak tak terbatas. Sistem checks and balances mewarnai semua hubungan ketatanegaraan. Bersamaan dengan itu, pers yang bebas ditegakkan untuk menjalankan fungsi kontrol mewakili publik. Kebebasan berserikat dan berkumpul, termasuk membentuk partai politik adalah bagian dari kehidupan era reformasi. Semua pemimpin pemerintahan dari kepala desa sampai presiden, sekarang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu jujur dan adil. Dan kita pun telah melaksanakan pilkades, pilkada, pemilu legislatif, dan pilpres dengan aman dan damai.
Memang transisi demokrasi belumlah selesai kita jalani, tetapi kita telah melewati point of no return menuju sistem demokrasi yang terkonsolidasikan dan stabil. Tak ada opsi untuk kembali ke sistem otoriter. Kita harus yakin usaha sampai, demi tegaknya daulat rakyat. Karena hanya jika rakyat berdaulat maka negara akan bekerja untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena rakyat tidak butuh belas kasihan dari penguasa yang baik hati. Karena rakyat harus mengendalikan nasibnya melalui suaranya yang berdaulat. Kita bisa berbangga hati, bahwa bangsa Indonesia adalah benteng demokrasi di Asia Tenggara. Siapa bilang Islam, demokrasi, dan kemakmuran tidak bisa berjalan bergandeng tangan?
Hari ini Presiden SBY akan mewakili bangsa Indonesia untuk menerima penghargaan tersebut. Tetapi Presiden SBY tidak ingin menerimanya sendirian. Ini adalah penghargaan untuk segenap bangsa Indonesia. Karena itu, Presiden SBY mengundang perwakilan komponen-komponen pendukung demokrasi untuk hadir bersamanya untuk menerimanya di Bali. Mereka termasuk pejabat-pejabat publik, yaitu gubernur, bupati, wali kota, dan anggota parlemen yang terpilih secara langsung dalam pemilihan yang demokratis. Juga diundang tokoh-tokoh pers, masyarakat madani, dan pemimpin mahasiswa. Yang terakhir ini tak bisa diabaikan peranannya dalam mendobrak rezim Orde Baru dan melahirkan era reformasi.
Tetapi perjalanan kebangsaan kita belum selesai. Belum apa-apa. Selama masih ada kemiskinan, selama masih ada pengangguran, kita semua tak boleh berhenti bekerja keras. Penghargaan kita terima, bukan untuk membusungkan dada. Tetapi lebih untuk mengingatkan kita akan tekad kita untuk menegakkan negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat. Di Tanah Bugis ada pepatah: Telah kukembangkan layar perahuku, lebih baik tenggelam daripada surut ke pantai.