Saturday, November 17, 2007

MK: Komisi Yudisial tak Berwenang Awasi Hakim

jakarta, 30 Agustus 2006

MK: Komisi Yudisial tak Berwenang Awasi Hakim
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan dalam putusannya bahwa Komisi Yudisial (KY) tidak berwenang melakukan pengawasan apa pun terhadap hakim. Ketentuan itu berlaku sampai adanya revisi terhadap Undang-Undang 22/2004 tentang KY, khususnya soal pengawasan.
Putusan perkara judicial review yang diajukan 31 hakim agung tersebut dibacakan delapan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, kemarin (23/8). Pada putusan itu MK menyatakan, ketentuan UU KY menyangkut pengawasan, bertentangan dengan Konstitusi.
''Segala ketentuan UU KY yang menyangkut pengawasan, harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena terbukti menimbulkan ketidakpastian hukum,'' kata hakim Soedarsono yang membacakan putusan itu.
Undang-Undang KY, menurut MK, terbukti tidak rinci mengatur tentang prosedur pengawasan, tidak jelas, dan tidak tegas menentukan siapa subjek yang mengawasi, apa objek yang diawasi, instrumen apa yang digunakan, serta bagaimana proses pengawasan itu dilaksanakan. ''Tidak rincinya pengaturan mengenai pengawasan dalam UU KY, serta perbedaan dalam rumusan UU KY, menyebabkan semua ketentuan UU KY tentang pengawasan menjadi kabur,'' kata hakim Soedarsono.
Guna mengisi kekosongan hukum berkaitan dengan tugas KY khususnya yang berkaitan dengan pengawasan perilaku hakim MK meminta agar UU itu segera disempurnakan. ''Prosesnya tentu melalui perubahan undang-undang sebagaimana mestinya,'' kata dia.
Dalam putusan perkara bernomor 005/PUU-IV/2006 itu MK juga menyentil Mahkamah Agung (MA), dengan meminta lembaga itu meningkatkan pengawasan. Caranya, menurut MK, terutama dengan kesediaan lebih membuka diri dalam merespons kritik, harapan, dan saran dari berbagai pihak. Putusan itu ditanggapi beragam oleh anggota KY. Anggota KY, Soekotjo Soeparto mengatakan, pihaknya akan menghormati putusan tersebut. Yang jelas, menurut dia, KY akan segera mengkaji dan segera mengajukan revisi UU KY.
Sementara kolega Soekotjo di KY, Irawady Joenoes, tidak berusaha menutup-nutupi kekecewaannya.
Irawady bahkan memandang aneh putusan yang menghilangkan pengawasan terhadap hakim dan kelembagaannya tersebut. ''Di negara hukum mana, ada lembaga yang tidak boleh diawasi?'' kata Irawady, mempertanyakan.
Ia juga merasa, dengan putusan itu MK seolah-olah telah memasuki ranah pembuat undang-undang, yakni pemerintah dan DPR. ''Jangan-jangan akan ada kesan, MK itu di atas pemerintah dan DPR,'' kata Irawady. Yang lebih membuatnya khawatir, kata mantan jaksa tersebut, putusan tersebut --juga putusan MK sebelumnya soal korupsi-- potensial memunculkan kesan negatif. ''Lama-lama bisa muncul kesan, dalam pembuatan undang-undang harus ada semacam konsultasi dulu ke MK, supaya setelah jadi, tidak di-review,'' kata Irawady.
wassalam
Rachmad Yuliadi Nasir