Tanda Bahaya yang tak Terbaca
kie/rei/earthquake.usgs.gov
Kalau saja sistem peringatan dini berjalan dengan baik, korban gempa dan tsunami yang menjangkau delapan negara di Asia dan tujuh negara di Afrika itu bisa ditekan. Sayang, seperti ditulis Guardian, sistem peringatan dini di area jangkauan gempa dan tsunami itu terhambat. Jumlah korban pun menjadi begitu tinggi.
Gempa yang berpusat di lepas pantai barat Sumatra Utara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dan memanjang hingga Kepulauan Andaman (India) itu memang bukan peristiwa tak terprediksi. Selain terjadi di daerah yang digolongkan rawan gempa, peristiwa itu juga dipicu fenomena gerakan lempeng yang kecepatannya terukur. Menurut catatan badan survei geologi Amerika, USGS, pemicu gempa yang terjadi Ahad (26/12) pagi adalah bertemunya lempeng India dan lempeng Burma. Lempeng adalah lapisan kerak bumi yang menjadi dasar benua. Lapisan tersebut terus bergerak dengan kecepatan relatif yang terukur.
Lempeng India memiliki kecepatan relatif 6 cm/tahun ke arah utara terhadap lempeng Burma. Akibat gerakan itu, penunjaman antara kedua lempeng tersebut pun menjadi tak terhindarkan. Peristiwa tersebut kemudian menyebabkan lapisan dasar laut di lepas pantai barat Sumatra Utara dan NAD bergerak vertikal (sebagian naik atau sebagian turun).
Gerakan vertikal lapisan dasar laut itu selanjutnya menimbulkan getaran yang menyebabkan gempa. Pusat gempa terjadi di titik penunjaman kedua lempeng tersebut. Penunjaman kedua lempeng terjadi memanjang sekitar 1.000 km dari pantai NAD hingga Kepulauan Andaman. Gempa pun diikuti gempa-gempa susulan yang pusatnya berada di sepanjang area penunjaman tersebut. Hal itu terjadi akibat menumpuknya energi potensial di daerah pertemuan lempeng. Begitu energi tersebut terlepaskan, gempa berkekuatan besar pun terjadi. ''Peristiwa ini akan mengakibatkan patahan,'' ungkap Budi Waluyo, Kasubid Informasi Gempa Bumi Badan Meteorologi dan Geofisika.
Karena terjadi di dasar laut, gerakan tersebut juga memicu peningkatan gelombang air laut. Gelombang air yang terjadi di permukaan bergerak lebih cepat dibanding gelombang yang terjadi dekat dasar laut. Kecepatan gerak gelombang di permukaan air laut bisa mencapai 500 km/jam. Gelombang air di dasar biasanya membuat tinggi gelombang di permukaan bertambah. Pergerakan gelombang inilah yang kemudian kerap disebut tsunami. Untuk kasus Aceh, gelombang tersebut bergerak dengan cepat menuju hampir seluruh pantai yang mengelilingi Samudra Hindia.
Berdasar keterangan korban di tepi pantai Desa Meunasahlok, Kecamatan Muarabatu, Aceh Utara, NAD, Budi menyimpulkan di pusat gempa telah terjadi patahan turun. Pasalnya, saksi menyebutkan laut surut secara tiba-tiba dan tidak lama kemudian gelombang besar menerjang pantai. ''Sebaliknya, jika yang terjadi adalah patahan naik, maka tsunami langsung muncul,'' jelasnya. Akibat arah dan kecepatan lempeng yang terukur, ahli geologi dari Departemen Teknik Geologi ITB, Dr Benyamin Syafei, mengakui bahwa gempa dan tsunami yang terjadi di NAD sejatinya memang terprediksi. Gempa besar tersebut, kata dia, merupakan siklus yang bisa terjadi setiap 170-200 tahun.
Gempa besar seperti itu, lanjut dia, terakhir kali terjadi di sekitar Sumatra pada November 1833 dengan kekuatan 8,9 skala richter. Kejadian itu diketahui berdasar laporan pelaut dari Inggris yang menyatakan adanya gelombang besar yang menyapu pantai barat Sumatra. ''Hal itu diperkuat dengan adanya penemuan terumbu karang zaman purba,'' katanya. Kini, Indonesia dilalui tiga lempeng besar yakni Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Hal itu membuat wilayah Indonesia menjadi daerah yang sangat rawan terhadap gempa akibat pertemuan ketiga lempeng tersebut. Banyaknya titik rawan gempa, kemudian juga membuat banyak wilayah di Indonesia menjadi rawan tsunami.
Pakar tsunami dari ITB, Dr Hamzah Latief, menyebutkan berdasarkan peta zona tektonik, di Indonesia ada lima zona rawan gelombang tsunami. Zona A terletak di Pulau Sumatra, zona B di Pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, zona C terletak di Flores, Timor, dan Pulau Banda, zona D berada di sekitar Makassar, dan Zone E di Halmahera. ''Daerah yang aman dari gelombang tsunami di Indonesia hanya Kalimantan dan utara Jawa,'' katanya.
Seperti gempa bumi, hadirnya gelombang tsunami, dinilainya, juga bisa diprediksi. Sebelum datang ke pantai, biasanya gelombang tsunami mengirimkan beberapa sinyal. Biasanya, sebelum muncul tsunami itu terjadi gerakan tanah, ada getaran, muncul dinding hitam atau putih yang datang dari arah laut. Selain itu, biasanya juga terdengar bunyi keras, tercium bau garam yang kuat, dan air laut terasa dingin. ''Cara yang paling mudah mendeteksi gelombang tsunami itu dengan melihat dasar sumur. Kalau dasar sumur bergerak, maka akan terjadi sesuatu,'' katanya. Biasanya, tsunami datang sekitar 15 menit setelah tanda-tandanya muncul.