'Tiba-tiba Laut Surut....'
Zakaria (43 tahun), belum hilang rasa paniknya begitu bumi bergetar keras pada pukul 08.10 WIB. Dia segera keluar bersama isteri dan empat anaknya dari rumah kayunya yang bergemeretak di tepi pantai Desa Munasahlhok, Kecamatan Muarabatu, Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Tidak dipedulikannya lagi perabotan rumah yang berjatuhan akibat geliat gempa bumi itu.
Sepuluh menit kemudian, Zakaria menyaksikan sebuah fenomena alam yang menakjubkan. ''Air pantai tiba-tiba surut sekitar 1 kilometer,'' ungkapnya. Rasa panik Zakaria seakan lenyap oleh pemandangan yang tak pernah dilihatnya selama hidup di tepian pantai dan melaut sebagai nelayan. Tak sadar, langkahnya mengayun cepat seperti tersedot medan magnet ke arah menyurutnya air laut itu.
Zakaria tidak sendirian. Banyak warga setempat juga penasaran untuk melihat surutnya air laut yang begitu jauh menjorok menuju lepas pantai. Sekitar 10 menit kemudian, terdengar debur ombak yang dahsyat seperti ledakan dinamit yang amat keras. Namun, sebelum hilang rasa kagetnya, warga tiba-tiba panik dan berlarian menuju tepi pantai. Ketika itu, air yang surut berbalik haluan dengan kecepatan tinggi. ''Gelombang airnya bergulung-gulung membentuk ombak besar menuju pantai,'' ungkap Halim, seorang saksi mata lainnya, yang tidak ikut turun ke bawah pantai saat air laut menyurut.
Banyak warga yang tak mampu segera mencapai garis pantai atau daerah aman saat air laut itu kembali pasang. Mereka terperangkap oleh fenomena alam yang sempat menjadi pemandangan memukau. Sedangkan Zakaria, termasuk beruntung. Ia mampu mencapai rumahnya untuk berlindung. Namun, air pasang itu bergulung sampai melewati garis pantai. Manusia, pepohonan, rumah, dan segala yang ada di tepi pantai, pun diterjangnya.
Zakaria merasa tak aman kalau harus berlindung di rumah. Maka ia putuskan untuk lari menjauh. Orang tuanya, Ismail (85), menggapaikan tangan meminta tolong, dan segera ditariknya. Namun, pegangan Zakaria terhadap tangan Ismail terlepas oleh debur air pasang yang menerjang keras rumahnya. Sejak itu, Zakaria tak sadarkan diri. Ketika siuman pada siang hari, Zakaria sudah tergeletak di Puskesmas Geurugoh, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireun, NAD. Di situ, ia juga mendapatkan istri, empat anak, dan orang tuanya masih hidup. Perasaan suka cita terbebas dari maut itu segera berubah duka. Muncul berita bahwa mertua Zakaria, Daud (80), yang tinggal bertetangga, tewas dalam amuk gelombang pasang air laut itu.
Daud tercatat sebagai salah satu dari ribuan korban tewas akibat gempa dan gelombang tsunami yang terjadi di pantai sebelah barat Sumatra Utara dan NAD. Musibah tersebut tercatat sebagai salah satu dari lima gempa besar yang terjadi sejak tahun 1900. ''Seluruh planet bergetar,'' kata Enzo Boschi, kepala lembaga geofisika nasional Italia, menggambarkan gempa yang terjadi kemarin.
Pantaslah jika keterkejutan keluarga Zakaria juga menjadi milik P Ramanamurthy, warga Andra Pradesh, India. ''Saya tidak pernah membayangkan bahwa peristiwa seperti ini bisa terjadi,'' ungkapnya. Rama menjelaskan bahwa saat tsunami datang, dia menyaksikan perahu-perahu nelayan tersapu gelombang seperti kertas yang hanyut di air.
Tak kalah dengan keduanya, Gerrard Donelly, warga Inggris yang sedang berwisata di Phuket, Thailand, juga sangat tersentak dengan peristiwa tersebut. Waktu itu dia mengaku mendengar bunyi ledakan yang sangat keras. ''Sungguh sangat keras. Saya kira itu serangan teroris,'' ujarnya. Setelah terdengar ledakan, gelombang laut datang sangat besar. Untuk menyelamatkan diri, dia pun langsung naik ke lantai atas hotel tempatnya menginap.
Begitu gempa dan tsunami reda, kepanikan mereka, juga jutaan orang yang tinggal di pantai yang mengelilingi Samudra Hindia tidak serta-merta sirna. Aliran listrik dan saluran komunikasi di sebagian wilayah di pantai-pantai itu mati. Korban tewas akibat peristiwa tersebut juga terus meningkat. Untuk membantu para korban, sesaat setelah bencana Dompet Dhuafa (DD) Republika, segera menuju NAD dengan membawa bantuan senilai Rp 500 juta. ''Saat ini kami sedang berada di Medan dan bersiap untuk menuju Aceh pada pukul 23.00 dengan kendaraan darat, karena pasca gempa tidak ada penerbangan langsung ke Aceh,'' ungkap Direkktur ACT DD Republika, Ahyudin.
Kepala Komunikasi Perusahaan PT Garuda Indonesia, Pujobroto, mengakui bahwa sejak peristiwa tersebut memang penerbangan ke Aceh ditunda sampai situasi kembali normal. Direktur Utama Perum Bulog, Widjanarko Puspoyo juga menginstruksikan jajarannya menyiapkan stok beras untuk membantu para korban.